Oleh : Aris Rinaldi Nasution SH
MEDAN-Banyaknya anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia diduga akibat kelelahan pada Pemilihan Umum (Pemilu) serentak pada 2019 lalu, menjadi pembelajaran untuk kedepannya.
Diketahui, pada Pemilu 2019 lalu, ada 894 petugas KPPS meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit diduga akibat kelelahan saat melakukan penghitungan suara.
Nah, belajar dari pemilu sebelumnya, maka perlu dikaji kembali metode penghitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS), agar tragedi meninggalnya ratusan KPPS di pemilu tidak terulang kembali di Pemilu 2024 mendatang.
Oleh karena itu, menurut penulis bahwa rencana KPU yang mengusulkan dengan metode dua panel penghitungan suara di TPS pada Pemilu 2024 mendatang harus didukung, dikarenakan model dua panel tersebut akan membuat waktu penghitungan surat suara menjadi efektif dan efisien.
Di mana pelaksanaan penghitungan suara itu akan dibagi dalam dua panel penghitungan di TPS yakni panel pertama akan menghitung hasil perolehan suara pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu anggota DPD.
Sementara, panel kedua menghitung perolehan hasil suara pemilu anggota DPR RI, pemilu anggota DPRD Provinsi, dan pemilu anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Apabila ini dilaksanakan pastilah akan menghemat waktu dan penghitungan surat suara yang dilakukan petugas di TPS pun tidak berakhir sampai dini hari.
Namun, apabila penghitungan suara tetap menggunakan satu panel, pasti akan memakan waktu yang lama, karena beban yang sangat banyak. Apalagi, ada lima jenis surat suara yang harus dihitung satu persatu.
Dimana ada 300 pemilih di TPS, jumlah maksimal. Yang menyebabkan lamanya proses di TPS adalah penghitungan suara.
Surat suara dihitung dari mulai surat suara pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden, lalu lalu calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Penghitungan lalu dilanjutkan untuk surat suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Penghitungan suara DPR/DPRD ini seringkali terjadi kesalahan penghitungan.
Bayangkan, umumnya partai politik mengusung 10 calonnya untuk masing-masing dapil. Di 2019, ada 16 parpol, dan 6 partai lokal Aceh yang ikut pemilu. Pada Pemilu 2024 ini, ada 18 parpol dan 6 partai lokal Aceh yang menjadi peserta.
Oleh karena itu, menurut penulis untuk membentuk dua panel penghitungan di TPS sangat masuk akal, sebab ada 7 anggota KPPS yang bertugas di TPS ditambah 2 orang anggota Linmas. Dan 3 orang cukup untuk membuka surat suara dari kotak suara, membacakan hasil, mencatat di kertas plano hasil penghitungan dan mengisi formulir-formulir dan menyalin hasil penghitungan.
Nah, saran penulis soal wacana KPU yang mengusulkan metode dua panel penghitungan suara di TPS tersebut harus segera dimasukan ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) agar menjadi aturan baku dan dapat dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu 2024 mendatang.
Meskipun usulan KPU tersebut dinilai cerdas secara konsep, namun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengaku merasa kesulitan untuk mengawasi dua panel yang menghitung surat suara secara bersamaan.
“Secara konsep, secara ide, ini cerdas. Cuma apakah aksesibilitas untuk pengawas ini (memungkinkan). Ya, itu memang problem di kita,” kata Anggota Bawaslu RI Totok Haryono kepada wartawan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, Bawaslu akan berdiskusi dengan KPU untuk mencari jalan keluar agar pihaknya tetap dapat melakukan pengawasan dengan baik di TPS saat penghitungan suara pada pemilu 2024.
Bawaslu juga sedang mendiskusikan penambahan pengawas di setiap TPS dan masih perlu dibahas lebih lanjut. Hal tersebut nantinya akan disampaikan kepada DPR ketika rapat dengar pendapat (RDP).
“Karena itu menyangkut keuangan negara, probelmnya juga banyak. Nanti di RDP (rapat dengar pendapat) juga di Komisi II DPR RI kita sampaikan juga,” pungkasnya.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyambut baik upaya KPU yang masih terus melakukan simulasi di berbagai tempat sebelum menerapkan model baru penghitungan suara ini.
Namun, Ia menilai model dua panel harus membutuhkan TPS yang memadai. Sebab pada pemilu sebelumnya, dirinya menyebutkan masih ada sejumlah TPS yang lokasinya sangat sempit. Sehingga, penghitungan dua panel akan sangat mengurangi keleluasaan ruang gerak petugas KPPS. (Red)
(Penulis adalah Pengawas Kelurahan pada Panwaslu Kecamatan Medan Amplas yang juga Wartawan di Mediapakabar.com Unit Hukum dan Politik)