MEDAN-Jongor Ranto Panjaitan mantan Kepsek SMAN 8 Medan terdakwa perkara korupsi dana BOS yang merugikan keuangan negara sebesar Rp639.630.500 divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan yang diketuai Eliwarti selama 5 tahun 6 bulan penjara di ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan Senin (13/6/2022).
Dalam putusan itu, terdakwa juga diyakini terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dakwaan primair.
“Terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman selama 5 tahun dan 6 bulan penjara,” ucap Hakim Ketua Eliwarti yang menghadirkan terdakwa secara online.
Tak hanya itu, Jongor juga dikenakan pidana denda Rp200 juta subsidair dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana 2 bulan kurungan.
Mantan orang pertama di SMAN 8 Medan itu juga dihukum pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara Rp639.630.500. Bukan sebesar Rp1.458.883.700, sebagaimana dakwaan JPU.
Dengan ketentuan sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana disita kemudian dilelang. Bila nantinya tidak mencukupi menutupi UP, maka diganti pidana 2 tahun penjara.
Atas putusan itu, majelis hakim memberikan kesempatan kepada jaksa maupun terdakwa untuk mengajukan upaya hukum banding apabila tidak terima putusan tersebut.
Putusan hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fauzan Irgi Hasibuan dari Kejari Medan.
Dimana dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa selama 7 tahun 6 bulan (7,5 tahun) penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Selain itu, JPU dari Kejari Medan tersebut juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp1.458.883.700. Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti dan harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Dalam dakwaan JPU Fauzan Irgi Hasibuan, perkara ini bermula saat SMA Negeri 8 Medan menerima dana BOS. Besaran dana BOS yang diterima sesuai dengan jumlah siswa peserta didik pada SMA Negeri 8 Medan sejumlah Rp 1.400.000 per siswa/tahun ajaran.
“Dengan rincian, Tahun Ajaran 2016/2017 sebanyak 984 siswa x Rp 1.400.000 = Rp 1.377.600.000, Tahun Ajaran 2017/2018 dengan 917 siswa x Rp 1.400.000 = Rp 1.283.800.000 serta Tahun Ajaran 2018/2019 dengan 934 siswa x Rp 1.400.000 = Rp 1.307.000.000,” ujar JPU.
Terdakwa melaksanakan penyaluran dana BOS setiap 3 bulan yaitu triwulan I sebesar 40 persen dari alokasi 1 Tahun Ajaran, triwulan II hingga IV masing-masing 20 persen.
Dalam pengelolaan dan penggunaan dana BOS di sekolah harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim BOS Sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah.
“Namun, terdakwa tidak ada melibatkan anggota Tim BOS Sekolah, Dewan Guru dan Komite Sekolah dalam mengelola serta menggunakan dana BOS tersebut,” cetus Fauzan.
Saat penarikan belanja dana BOS, terdakwa menarik dana BOS tersebut secara tunai dari rekening sekolah dengan beberapa kali penarikan menggunakan cek.
Sehingga terdapat sejumlah pengeluaran yang tidak diyakini kebenaran. Seperti pengadaan kursi siswa sebesar Rp 35 juta, pengadaan meja sebesar Rp 18 juta dan pengadaan barang lain yang tidak diyakini keberadaannya serta mengakibatkan kerugian keuangan negara (Total Loss) Rp 1.213.963.200 pada tahun 2017.
Selain itu, terdapat pengeluaran yang tidak diyakini kebenarannya pada pengelolaan Dana BOS SMA Negeri 8 Medan Tahun Anggaran (TA) 2018 sehingga total kerugian keuangan negara Rp 244.920.500.
“Akibat perbuatan terdakwa, berdasarkan hasil perhitungan kerugian keuangan negara dari Inspektorat Provinsi Sumatera Utara Nomor Itprovsu.905/R/2019 tanggal 4 November 2019, total kerugian keuangan negara keseluruhan mencapai Rp 1.458.883.700,” pungkas JPU.(es)