Satuhati.co | MEDAN – Dewi Delfina Sidauruk(48) seorang Bidan PNS di Langkat terdakwa kasus mengedarkan obat penenang jenis diazepam tanpa izin dari dokter duduk di kursi pesakitan ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (7/7/2020) sore.
Sidang yang beragendakan dakwaan, sekaligus keterangan saksi dan terdakwa ini terungkap bahwa obat tersebut adalah palsu, hal tersebut terungkap dari seorang saksi dari Balai Besar POM .
“Diazepam yang dijual oleh terdakwa ini adalah obat yang palsu tanpa ada izin dari dokter dan izin Balai Besar POM,” ujar Sahat, selaku pegawai BPOM yang dihadirkan JPU sebagai saksi.
Mendengarkan hal tersebut, majelis hakim yang diketuai Immanuel Tarigan sambil tersenyum menyuruh terdakwa untuk meminum 5 butir obat untuk membuktikan bahwa obat itu benaran atau palsu. Mendengar seruan majelis hakim terdakwa langsung tertunduk dan akhirnya saksi menolak
“Bukan begitu pak, kami hanya memeriksa diazepamnya saja, kalau yang lain tidak saya periksa, jadi saya tidak berani untuk meminumnya,” kata saksi Sahat.
Selanjutnya dijelaskannya, bahwa obat diazepam tersebut sudah lama tidak diedarkan di Indonesia.
“Sejak 2017, obat ini sudah tidak ada lagi diizinkan edar di Indonesia, jadi ini kami lakukan penyusuran bahwa dari nomor batchnya sama semua,” ujarnya.
Saksi kembali menjelaskan, obat diazepam tersebut juga ada yang berbentuk sirup untuk anak.
“Obat ini juga untuk anak, ada yang dalam bentuk sirup, jadi ini kegunaannya untuk menurunkan panas, dan untuk step yang mulia,” ujarnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, selanjutnya majelis hakim meminta keterangan terdakwa Dewi Delfina Sidauruk.
Dalam keterangannya,terdakwa Dewi Delfina Sidauruk,menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa obat tersebut adalah obat keras dan dilarang peredarannya.
“Saya tidak mengetahui yang mulia, saya hanya menjual saja,” terang terdakwa yang langsung ditimpa hakim dengan pertanyaan bahwa terdakwa adalah grosir obat.
“Tidak yang mulia, saya hanya menjualnya keteman-teman bidan, kalau mau beli obat itu ke saya,” jawab terdakwa.
Pada persidangan tersebut, terdakwa kembali berterus terang kalau ia mendapatkan obat dari salah satu pasar tradisional obat-obatan di Jakarta.
“Saya mendapatkan obat tersebut dari pasar pramuka yang ada di jakarta pak,” jelasnya.
Terdakwa yang juga didampingi oleh suaminya akhirnya diceramahi oleh hakim untuk tidak menjual obat-obat tersebut lagi.
“Pak, ini dibilangi sama istrinya ya, kalau nanti jangan jual lagi obat-obat terlarang,” bilang hakim kepada suaminya.
Setelah memeriksa terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan untuk agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). (*/ok)