Kelompok tenun Karya Bunda sedang menenun uis karo. (foto: lihin/24jam.net) |
METRO24JAM, BINJAI – Kain tradisional uis karo merupakan sebuah simbol keadatan yang sejak dahulu dibuat oleh leluhur Karo dan disepakati untuk terus menerus digunakan untuk acara acara adat tradisional masyarakat Karo.
Bahkan, kain adat tersebut juga sebagai simbol wibawa dan tanda kebesaran bagi seorang putra Karo, yang diletakkan di pundak sampai ke bahu dengan bentuk lipatan segi tiga.
Namun, ditengah kemajuan jaman seperti saat ini serta pada masa Covid-19 seperti saat ini, tidak jarang para penenun uis karo yang menggunakan alat tenun tradisional, mulai tidak terlihat lagi karena tertinggal oleh kemajuan teknologi yang semakin canggih, yaitu dengan menggunakan peralatan mesin.
Adalah, Kelompok Pengrajin tenun Uis Karo “Karya Bunda” yang beralamat di Jalan Kutilang, Kelurahan Mencirim, Kecamatan Binjai Timur, yang hingga saat ini masih terus bertahan dengan alat tenun tradisional ditengah kemajuan jaman yang kian canggih.
Beranggotakan sekitar 25 orang, Kelompok Penenun Uis Karo Karya Bunda yang umumnya didominasi oleh kaum ibu ini, terus melakukan aktivitasnya (menenun) untuk terus bertahan hidup.
Uniknya, walau uis karo yang diproduksi oleh mereka, namun pada umumnya para penenun yang tergabung dalam Kelompok Penenun Uis Karo “Karya Bunda” yang terbentuk pada tahun 2020 lalu adalah suku Batak.
Menurut Ketua Kelompok Penenun Uis Karo Karya Bunda, Ade Fitri, mereka yang tergabung dalam kelompok tersebut mayoritas adalah para janda tua yang berjuang untuk menghidupi anak dan cucunya.
“Sejak dibentuk pada akhir tahun 2020 lalu, kami terus berusaha untuk membuat uis karo. Sebab bagi kami, tidak ada cara lain untuk bertahan hidup selain menenun uis karo. Apalagi sebagian anggota merupakan kaum janda yang harus terus berjuang untuk bertahan hidup dan memberi makan anak serta cucunya,” ucap Ade Fitri, Rabu (13/10/21).
Dipercaya sebagai ketua kelompok, Ade Fitri juga dituntut untuk terus berkomunikasi serta memberikan motivasi dan semangat kepada para anggotanya.
“Komunikasi adalah hal yang penting bagi kami. Untuk itu, saya kerap mendatangi rumah anggota untuk melihat sekaligus membeli produk mereka (hasil tenunan anggota, red) yang mereka buat menggunakan alat tradisional di rumah mereka masing masing,” ucapnya.
Diakui wanita berhijab ini, tidak hanya membeli hasil tenunan anggotanya, agar para penenun tidak terbebani dengan harga bahan baku dan dapat terus bertahan, maka semenjak terbentuk kelompok tersebut, pihaknya harus tertib administrasi.
“Dari awal terbentuk, walau hanya sedikit kami harus mempunyai uang kas. Uang kas tersebut kami gunakan untuk membeli benang dan perlengkapan lainnya. Benang itu nantinya diambil dulu oleh para penenun. Setelah Uis Karo selesai dibuat, baru nantinya dipotong harga benang. Begitu seterusnya,” beber Ade Fitri.
Agar tidak menyita waktu para penenun, Ade Fitri juga tak segan segan untuk langsung turun kerumah anggotanya untuk melihat sekaligus membeli hasil tenunan uis karo yang sudah selesai dibuat.
“Dalam satu minggu, biasanya 2 atau 3 kali saya coba datang kerumah anggota,” tutur Ade Fitri.
Lebih lanjut dikatakan Ade Fitri, dalam sehari biasanya para penenun bisa membuat 1 uis karo polos, sedangkan untuk motif uis lainnya, para penenun bisa mengerjakannya dua sampai tiga hari.
“Tentunya dengan harga yang beragam. Sedangkan pembuangannya biasanya kami menjualnya keluar kota, seperti di Berastagi atau daerah Pancur Batu. Dari hasil penjualan itu, kami belikan benang lagi,” bebernya.
Karena jauhnya tempat penjualan uis karo, para penenun yang seluruhnya merupakan warga Binjai, berharap kepada pemerintah Kota Binjai, untuk ikut membantu hasil produksi mereka yang hingga saat ini masih terus menggunakan alat tradisional.
“Untuk itu kami mohon kepada Pemko Binjai, agar dapat membantu kami, baik dari bahan baku maupun pasar penjualannya. Apalagi kami semuanya warga Binjai yang terus melestarikan pembuatan uis karo,” harap Ade Fitri.
Agar dapat memperoleh penghasilan lebih, lanjutnya, Kelompok Penenun Karya Bunda juga berharap adanya bantuan mesin pembuat uis karo. “Kepada Walikota Binjai, tolong kami juga diperhatikan. Setidaknya dengan ada mesin, dapat mendongkrak ekonomi kami. Kami sebagai warga Binjai mendukung visi misi pak wali saat berkampanye, yaitu ingin memperdayakan UMKM,” katanya.
Diketahui, Kelompok Penenun Karya Bunda semuanya membuat uis dengan cara manual. Mereka berharap nantinya pengrajin tenun uis karo Karya Bunda ini mempunyai badan hukum, sehingga kedepannya dapat terus memotivasi para pengrajin.
“Kita juga berharap kedepan kelompok ini mempunyai koperasi. jujur saya katakan, saya sebagai ketua kelompok, merasa iba melihat sebagian anggota kami yang berjuang dengan menenun ulos untuk menyambung hidup mereka,” harapnya Ade Fitri diakhiri pembicaraan.(hin)