Satuhati.co | MEDAN – Dewi Delfina Sidauruk (48),seorang bidan asal Kabupaten Langkat terdakwa menjual obat tanpa izin edar hanya dituntut jaksa dengan pidana denda sebesar Rp5 juta di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (15/7/2020) siang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maria Tarigan dalam tuntutannya menyatakan perbuatan terdakwa Dewi Delfina Sidauruk terbukti bersalah karena menjual obat tanpa izin edar.
“Meminta kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini supaya menghukum terdakwa Dewi Delfina Sidauruk dengan pidana denda sebesar Rp5 juta subsider 2 bulan kurungan,” ucap jaksa di depan Ketua Majelis Hakim, Immanuel Tarigan.
Menurut jaksa, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 62 (1) UU RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Usai pembacaan tuntutan, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Sementara itu, dikutip dari dakwaan jaksa menyebutkan kasus ini berawal pada Oktober 2019 lalu petugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) melakukan pemeriksaan di rumah terdakwa di Lingkungan II Bahagia, Kel Dendang, Kec Stabat, Kab Langkat.
Petugas kemudian menemukan produk obat tanpa izin edar jenis diazepam. Kasus ini lalu dibawa ke meja hijau.
Untuk diketahui, di persidangan pada pekan lalu saat agenda mendengarkan keterangan saksi terungkap bahwa obat tersebut adalah palsu. Itu diketahui dari seorang saksi dari BBPOM.
“Diazepam yang dijual oleh terdakwa ini adalah obat yang palsu,” ujar Sahat, selaku pegawai BBPOM.
Dijelaskan saksi juga bahwa obat diazepam tersebut sudah lama tidak diedarkan di Indonesia.
“Sejak 2017, obat ini sudah tidak ada lagi diizinkan edar di Indonesia, jadi ini kami lakukan penyusuran bahwa dari nomor batchnya sama semua,” bebernya.
Setelah keterangan dari saksi, majelis hakim melanjutkan sidang dengan keterangan terdakwa. Dalam keterangannya, terdakwa menjelaskan bahwa ia tidak mengetahui bahwa obat tersebut adalah obat keras.
“Saya tidak mengetahui yang mulia, saya hanya menjual saja,” terang terdakwa yang langsung ditimpali hakim dengan pertanyaan bahwa terdakwa adalah grosir obat.
“Tidak pak, tapi teman-teman bidan kalau mau beli obat ke saya,” jawabnya.
Terdakwa juga mengaku mendapatkan obat tersebut dari salah satu pasar tradisional obat-obatan di Jakarta.
Selanjutnya terdakwa yang juga didampingi oleh suaminya ini diceramahi oleh majelis hakim untuk tidak menjual obat-obat tersebut lagi.
“Pak, ini dibilangi sama istrinya ya, kalau nanti jangan dijual lagi obat-obat terlarang ini,” bilang majelis hakim kepada suami korban. (*/ok)