MEDAN – Dua saksi yang dihadirkan Penuntut Umum Tipikor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), memberikan kesaksian yang meringankan Mujianto selaku Direktur Utama (Dirut) PT Agung Cemara Realty (ACR), yang kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (31/08/22).
Sidang ini merupakan perkara dugaan korupsi kredit macet Bank Tabungan Negara (BTN) Medan dengan debitur Canakya Suman selaku Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (PT KAYA), yang kemudian membelit Direktur Utama (Dirut) PT Agung Cemara Realty (ACR), Mujianto, terkait aliran dana PT KAYA.
Dalam persidangan tersebut, Penuntut Umum Tipikor Kejatisu menghadirkan dua saksi yakni Pimpinan Bank Sumut Cabang Tembung, Muftihuddin dan Bagian Kredit Bank Sumut Cabang Tembung, Yudi Hariadi.
Dalam kesaksian keduanya membenarkan, bahwa Mujianto memang debitur di Bank Sumut Cabang Tembung, dimana memang ada mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) di Bank Sumut senilai Rp35 Miliar pada tahun 2012 dan lunas pada 2014.
“Agunan yang diajukan itu sebanyak 151 SHGB atau 151 perumahan Takapuna Residence yang diajukan oleh PT ACR, dimana Mujianto selaku Dirutnya,” ucap Yudi yang diiyakan oleh Mufti Muddin dalam persidangan.
Terkait Canakya Suman, baru ia ketahui saat perpanjangan kredit sekitar 2013. Dimana, saat itu ia bersama Canakya mendatangi kantor Mujianto di Jalan Sudirman.
“Saat itu, Mujianto menyatakan kok sama saya lagi. Saya tanda tangan untuk selanjutnya kewajiban Canakya Suman,” ucap Yudi saat menirukan ucapan Mujianto.
Terkait nilai uang yang belum dibayarkan saat perpanjangan Maret 2013 tersebut, Yudi menyatakan sekitar Rp23,9 miliar atau 114 SHGB. Dan saat pelunasan pada April 2014, senilai Rp13,4 miliar untuk pelunasan 79 SHGB.
Kesaksian Yudi, 79 SHGB itu yang dibawa Canakya untuk agunan di BTN Cabang Medan. Dan untuk cek bersih, dirinya telah berkordinasi dengan Pimpinan Bank Sumut Cabang Tembung, Mufti Muddin.
Yang jelas, kata Yudi, saat ke BTN itu yang berurusan Canakya bukan Mujianto.
PROTES PENETAPAN TERSANGKA
Usai persidangan, penasehat hukum Mujianto, Surepno Sarpan SH dan Rio Rangga Siddiq SH, mengungkapkan keheranan terkait proses penanganan terhadap kliennya.
“Ini seperti sudah direkayasa. Dalam Berkas Perkara BAP Jaksa, seluruh saksi-saksi diperiksa pada tanggal 14 Maret 2022. Sementara Surat Perintah Penyidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) dan Surat Penetapan Tersangka diterbitkan tanggal 11 Maret 2022. Mengapa bisa lebih dulu dijadikan tersangka, sebelum adanya pemeriksaan saksi-saksi,” ucapnya.
Sementara itu, Surepto Sarpan juga kembali menegaskan perbuatan yang dituduhkan tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto.
“Kesalahan prosedur pengajuan kredit di BTN, sehingga menimbulkan kredit macet, itu semua tidak ada hubungannya dengan Mujianto. Sebab dikabulkan atau tidaknya permohonan kredit tergantung kreditur dan debitur, tidak ada hubungannya dengan terdakwa Mujianto,” Sarpan.
Terkait aliran dana Rp13,4 miliar, itu merupakan lanjutan kesepakatan PT KAYA dan PT ACR sebelumnya. Walau masih menggunakan nama Dirut PT ACR, sesuai kesepakatan, pinjaman PT KAYA sebelumnya di Bank Sumut, merupakan kewajiban Canakya sebagai Dirut PT KAYA.
TIDAK TAHU
Kasus kredit macet di BTN ini berawal ketika Canakya, melalui perusahaan properti PT KAYA, mengajukan pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) Februari 2014 ke BTN Medan senilai Rp39,5 miliar dengan jaminan 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk proyek Takapuna Residence sebanyak 151 unit, di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang.
Namun, terjadi kredit macet yang merugikan keuangan negara. Menyusul juga, adanya temuan bahwa pengucuran kredit tidak sesuai prosedur dan diduga adanya penyalahgunaan wewenang oknum pejabat BTN.
Mengutip pernyataan Sekretaris Perusahaan BTN Ari Kurniaman, di sejumlah media pada Sabtu, 20 November 2021 lalu, menjelaskan dari Rp39,5 miliar fasilitas kredit itu, sisa kredit macet sebesar Rp14,7 miliar (kewajiban pokok), sejak 2019.
Akibat kesalahan prosedur dalam pencairan fasilitas kredit itu, empat oknum pejabat BTN Medan pun dijadikan tersangka.
Sebab, kredit yang dicairkan BTN Medan, 27 Februari 2014, hanya dengan bermodal Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB). Padahal, Akta Jual Beli (AJB) atas 93 SHGB itu, belum ada. AJB juga merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk roya atau balik nama dari PT ACR ke PT KAYA.
Tak hanya itu, sebanyak 79 dari 93 SHGB tersebut, masih terikat tanggungan di Bank Sumut atas nama PT ACR, sesuai dengan perjanjian jual beli lahan tanah antara PT ACR dan PT KAYA.
Canakya Suman selaku Direktur PT KAYA, Dirut PT ACR Mujianto dan Notaris Elviera pun ikut disidang karena diduga terkait pusaran kredit macet tersebut.
Mujianto sendiri, dalam kesaksiannya dalam sidang Elviera Rabu (31/8/2022), mengatakan tidak tahu menahu terkait urusan kredit Canakya Suman di BTN Medan.
“Terkait kredit di BTN Medan, itu urusan pribadi Canakya Suman sendiri. Apakah kreditnya macet, saya juga tidak tahu,” katanya.
Penasehat hukum Mujianto, Surepno Sarpan SH dan Rio Rangga Siddiq SH, menjelaskan, jauh sebelum PT KAYA memiliki ikatan ke BTN, PT KAYA memiliki perjanjian jual beli lahan tanah yang dibayar secara kredit kepada PT ACR di Bank Sumut Tembung.
Dari SHGB Nomor 1422 seluas 103.448 M2, yang berlokasi di Jalan Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, PT ACR mengalihkan seluas 13.860 M2 kepada PT KAYA berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), tanggal 28 November 2011 senilai Rp45 miliar.
Di mana, lokasi tersebut akan dibangun PT KAYA, Komplek Takapuna Residence sebanyak 151 unit rumah. Namun legalitas proyek, masih atas nama PT ACR, karena secara finansial PT KAYA tidak mampu membeli lahan tersebut.
Melalui PPJB tertanggal 28 November 2011 inilah, PT KAYA sepakat melakukan pembayaran dengan cara mencicil. Namun Canakya tidak mampu melunasi kewajibannya Rp45 miliar kepada Mujianto.
Hingga akhirnya, pada 27 Februari 2014, perjanjian kredit baru dibuat antara PT KAYA dan PT ACR, memberikan surat kuasa menjual kepada Canakya. Surat Kuasa Menjual, tertuang dalam akte Nomor: 168, tanggal 27 Februari 2014, yang dikeluarkan oleh Notaris Elviera SH MKn.
Namun, tanpa sepengetahuan PT ACR, pada tahun 2014 itu, Canakya kemudian mengagunkan 93 SHGB, di mana 79 SHGB diantaranya masih terikat tanggungan di Bank Sumut atas nama Dirut PT ACR Mujianto, untuk kucuran kredit ke BTN.
Sebesar Rp13,4 miliar dari kucuran kredit itu, kemudian digunakan Canakya untuk melunasi kewajibannya, sesuai kesepakatan PT KAYA dan PT ACR sebelumnya. (Ass/red)