MEDAN – Keterangan dua saksi sidang gugatan ahli waris almarhum Muktar, kembali menegaskan bahwa aset-aset yang dikelola Yenny saat ini, merupakan milik orang tuanya.
Adik kandung alm Mucktar, Murhasipin dan Suhardi, dihadirkan Kuasa Hukum Penggugat, Kasmin Sidauruk, sebagai saksi dalam sidang lanjutan gugatan ahli waris di ruang sidang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (06/06/2023).
Perkara ini bergulir, setelah Yeny, anak bungsu alm Muktar, digugat 3 saudaranya, yakni Linda, Mulyono dan Buyung, atas penguasaan sejumlah aset harta dan bisnis milik orang tua mereka.
Murhasipin, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa sepengetahuannya, alm Muktar semasa hidup memiliki sejumlah aset harta dan bisnis di Kota Medan, Karang Anyer dan Sabang.
“Muktar awalnya tinggal di Kuala Simpang, Aceh. Di sana menjalankan usaha grosir dan kelontong. Hingga akhirnya pindah ke Medan, dan tinggal di Jalan Madong Lubis No 55,” kata Murhasipin.
Dari pernikahannya dengan Sunarti, Muktar memiliki empat anak, Linda, Mulyono, Buyung dan Yenny.
Di Medan, terang Murhasipin, Muktar membuka usaha grosir besar dan toko kelontong. Termasuk juga menjual bawang putih dengan partai besar.
Saat ditanya kuasa hukum penggugat soal keberadaan aset-aset alm Muktar, Murhasipin menjawab ada di beberapa tempat.
“Sepengetahuan saya ada rumah di Jalan Madong Lubis No 55 dan No 55A. Kemudian di MMTC ada gudang milik Muktar, bangunan di Jalan Tandem. Di Cemara Asri juga ada,” jawabnya.
Kuasa Hukum Penggugat, Kasmin Sidauruk kemudian menanyakan bagaimana saksi mengetahui keberadaan aset-aset itu.
Murhasipin mengatakan pernah mengunjungi lokasi aset itu bersama alm Muktar.
“Di Pusat Pasar, alm Muktar juga memiliki bangunan yang disewakan Rp500 juta per tahunnya. Itu sudah sekitar 10 tahun disewakan. Kemudian di Jalan Gandhi, ada tempat usaha grosir besar dan mancis. Kemudian sebuah rumah di Aipda KS Tubun, simpang Jalan Banda Aceh,” ungkapnya.
Kemudian, di Sabang, alm Muktar juga memiliki usaha import gula dengan berskala besar, menggunakan pengangkutan kapal. Begitu juga di Karang Anyer, ada sebuah rumah yang belakangan sudah dijual. “Setahu saya dijual sekitar Rp4 miliar,” katanya.
Kuasa hukum penggugat lalu menanyakan kondisi ekonomi alm Muktar saat menderita sakit setahun sebelum meninggal.
“Apakah alm Muktar bangkrut? Apakah saksi pernah mendengar jika alm Muktar pernah membagi warisan kepada ahli warisnya,” cerca Kasmin Sidauruk.
Murhasipin mengatakan bahwa sepengetahuannya alm Muktar tidak mengalami kebangkrutan karena sakitnya itu.
“Dari pemasukan penyewaan rukonya saja mencapai Rp500 juta setahun. Tidak mungkin bangkrut gara-gara sakit itu,” jawabnya.
Sedangkan terkait pembagian warisan kepada ahli waris, saksi menjawab tidak pernah mengetahui dan mendengar bahwa alm Muktar telah membaginya kepada para ahli waris.
Sementara itu, saksi kedua, Suhardi, dalam keterangannya juga menjelaskan hal yang sama terkait aset-aset yang dimiliki alm Muktar.
“Alm Muktar menikah dengan Sunarti di umut sekitar 23 tahun. Alm Muktar memiliki banyak aset harta benda yang ditinggalkan. Seperti rumah di Jalan KS Tubun simpang Jalan Aceh, Jalan Madong Lubis No 55 dan 55A, pusat pasar, MMTC Jalan Pancing, Mongonsidi, Tandem Hilir Binjai, Sabang, Karang Anyer Jakarta,” jelasnya.
Suhardi juga memastikan bahwa ia tidak pernah mendengar alm Muktar telah membagi warisannya kepada ahli waris sebelum meninggal.
Sidang yang seyoganya akan menghadirkan 4 saksi ini pun akhirnya ditunda hingga minggu depan. Ketua Majelis Hakim, Dahlan, meminta 2 saksi lainnya agar dihadirkan pada persidangan berikutnya. (Red)