, MEDAN -Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) konsisten tumbuh seiring dengan kinerja perekonomian domestik.
“Penilaian tersebut berdasarkan Rapat Dewan Komisioner Bulanan yang telah dilaksanakan pada 26 Oktober 2022,” sebut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan Oktober 2022 yang digelar secara virtual zoom Kamis (3/11/2022) sore.
Hadir di virtual zoom tersebut lima Anggota Dewan Komisioner yakni Mirza Adityaswara menjabat Ketua Komite Etik dan anggota; Dian Ediana Rae sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Inarno Djajadi sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal.
selain itu Ogi Prastomiyono sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, Sophia Isabella Wattimena sebagai Ketua Dewan Audit dan Friderica Widyasari Dewi sebagai anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Menurut Mahendra, performa itu turut berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional di tengah tingginya ketidakpastian global sejalan dengan tekanan di pasar keuangan akibat pengetatan kebijakan moneter global.
“Berlanjutnya konflik geopolitik yang berkepanjangan, dan penurunan pertumbuhan ekonomi global,” ujarnya.
Ia menyebut, tingginya downside risk atas pertumbuhan ekonomi global mendorong IMF memperkirakan lebih dari sepertiga negara akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini atau tahun depan.
Sehingga menempatkan perekonomian global dengan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar periode krisis.
Kekhawatiran terhadap resesi global meningkat dan berada di level yang sangat tinggi, tercermin dari tingkat kepercayaan CEO turun ke level terendah sejak krisis keuangan global.
Sejalan dengan pengetatan kebijakan moneter global, Bank Indonesia juga kembali meningkatkan suku bunga acuan untuk menurunkan ekspektasi inflasi ke depan.
Di tengah revisi ke bawah pertumbuhan global tahun 2023, outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia juga turun namun proyeksi pertumbuhan 2022 masih dipertahankan.
Ia juga menyebut indikator perekonomian terkini juga menunjukkan kinerja ekonomi nasional masih cukup baik.
Terlihat dari neraca perdagangan yang terus mencatatkan surplus, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang berada di zona ekspansi, dan indikator pertumbuhan konsumsi masyarakat yang masih solid.
Selain memaparkan stabilitas sektor jasa keuangan dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK), Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bulanan Oktober 2022 juga memaparkan perkembangan Pasar Modal.
Mahendra mengungkapkan kinerja reksa dana per 25 Oktober mengalami penurunan tercermin dari penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 1,14 persen (mtd) di Rp 524,61 triliun dan tercatat net redemption sebesar 7,67 triliun (mtd).
Dikatakannya, secara ytd, NAB turun sebesar 9,31 persen dan masih tercatat net redemption sebesar Rp61,66 triliun.
“Namun minat masyarakat untuk melakukan pembelian Reksa Dana masih tinggi ditandai nilai subscription sebesar Rp777,86 triliun,” kata Mahendra
Dijelaskannya, minat untuk penghimpunan dana di pasar modal masih terjaga tinggi yaitu sebesar Rp190,9 triliun, dengan emiten baru tercatat sebanyak 48 emiten.
Di pipeline, masih terdapat 99 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp83,32 triliun dengan rencana Penawaran Umum oleh emiten baru sebanyak 61 perusahaan.
Pada konferensi pers dihadiri Inarno Djajadi sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Mahendra menuturkan, di tengah pengetatan likuditas global, hingga 25 Oktober 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat 0,10 persen mtd ke level 7.048,38 dengan non-resident masih mencatatkan inflow sebesar Rp7,74 triliun mtd.
“Secara ytd, IHSG tercatat menguat sebesar 7,09 persen dengan non-resident membukukan net buy sebesar Rp77,22 triliun,” ujarnya.
Di pasar SBN, non-resident mencatatkan outflow Rp16,04 triliun (mtd) sehingga mendorong rerata yield SBN naik sebesar 23,27 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, rerata yield SBN telah meningkat sebesar 103 bps dengan non-resident mencatatkan net sell sebesar Rp177,13 triliun. (swisma)